eksplorasi material


Pendekatan lain dalam proses berkreasi untuk mendapatkan bentuk yang paling optimal dapat dilakukan dengan melakukan proses eksplorasi pada material. Yaitu mencoba melakukan observasi pada material, baik karakteristik visual yang dikandungnya, karakteristik strukturalnya, hingga karakteristik dimensinya.

Pendekatan yang dilakukan disebut dengan metoda ‘design by doing’, dikatakan demikian karena metoda ini praktis mengandalkan sikap berkerja, merancang  secara langsung pada objek kajian untuk mendapatkan sebauh karya desain.
Pendekatan ini diawali secara akademis di pendidikan desain Bauhaus, Jerman.
Tujuan dari pendekatan ini adalah mendapatkan keunikan langsung berdasarkan bentuk perlakuan yang diberikan kepada material. Dengan demikian, pada pendekatan ini, bentuk lebih merupakan akibat yang ditangkap secara visual, bukan sebagai tujuan membentuk.

Didalam pelaksanaannya, untuk mendapatkan keunikan bentuk yang dihasilkan, desainer harus dapat menahan dirinya untuk tidak berpretensi apapun, baik secara fungsional apalagi keindahan. Apa yang diberikan sebagai respon oleh material ketika ia diberi perlakuan ditangkap dengan sikap visual, ditangkap sebagai sesuatu yang khas. Dengan kata lain, seseorang yang akan melakukan proses desain melalui pendekatan eksplorasi material, sebaiknya menghindarkan diri dari usaha untuk membentuk, karena keinginan tersebut akan mengaburkan peluang-peluang baru yang ditawarkan oleh material itu sendiri, harus diyakini bahwa setiap material memiliki setidaknya tiga karakteristik khas yang dibawa oleh materia tersebut, sehingga setidaknya setiap material akan merespon setiap perlakuan yang diberikan sesuai dengan karakteristiknya. Dan dengan demikian maka desainer atau perupa seharusnya yakin bahwa dengan ketiga variabel tersebut dapat dihasilkan respon material yang khas sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.

Seperti juga pada eksplorasi unsur visual, sikap yang sama juga dituntut pada desainer untuk menjalankan proses ini yaitu sikap untuk tidak terburu buru dalam mengambil keputusan desain, sikap yang sabar untuk mau membuka peluang alternatif alternatif yang memungkinkan, sehingga kemampuan kreatifitas kepekaan merupakan kemampuan yang tetap dituntut untuk digunakan.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses eksplorasi material, antara lain :

Pertama, Harus disadari jenis material yang digunakan, apakah terdapat sifat khas yang membedakannya dengan material lain.
Terdapat beberapa jenis pengklasifikasian material berdasarkan faktor tertentu. Salah satu faktor pembeda  yang paling umum adalah apakah material termasuk pada klasifikasi material alam atau buatan. Konsekuensi dari material buatan alam adalah kadar air yang dimiliki oleh material ini. Sebagai makhluk hidup, pada awalnya material alam akan selalu bergantung pada air, sehingga sebagian material sebelum digunakan harus terlebih dahulu mengalami proses yang dinamakan pengeringan.
Kadar air yang dikandung oleh material menyebabkan terjadinya penyusutan pada keadaan kering, lebih jauh lagi dimensi penyusutan lebih sering tidak dapat diprediksi dengan baik. Hal ini mengarahkan sikap seorang perupa yang memanfaatkan karakter ini dengan mengolahnya dalam keadaan basah, dan mendapatkan hasil akhirnya dalam keadaan kering.
Sebagai bahan organik, material alam juga memiliki resiko yang tidak kecil dalam hal perawatan, beberapa material alam berserat membutuhkan bantuan proses kimiawi untuk menghentikan proses pembusukan atau penjamuran. Sikap yang perlu ditambahkan pada seseorang yang menggunakan material alam sebagai objek kajian adalah kemampuannya untuk tetap berpikir positif, artinya karakteristik material yang demikian justru memperlihatkan adanya peluang, bukan dipandang sebagai kelemahan.

Memang tidak semua material alam adalah material yang besifat organik atau hidup, terdapat juga material alam yang bukan berasal dari makhluk hidup, seperti batu, tembikar, atau lilin. Hanya saja material alam jenis ini seringkali terlebih dahulu diindustrikan untuk kemudian baru diberikan pada masyarakat.
Demikian juga, masih terdapat material alam organik yang memiliki kadar air yang sangat sedikit, seperti batok kelapa dan kulit biji kemiri.

Jenis pengklasifikasian lain selain berdasarkan alam atau buatan adalah jenis bahan material itu sendiri. beberapa material tersedia dalam keadaan cair, baru setelah digunakan bahan lain sebagai katalis, bahan tersebut akan mengeras. Termasuk pada jenis bahan-bahan ini adalah resin, tanah liat, dan gips.
Beberapa material lain justru tersedia dalam keadaan padat, dan perlu dicairkan atau setidaknya dibuat lunak agar material tersebut dapat diolah, dan hasil akhir dari pengolahannya diberikan dalam keadaan padat lagi, termasuk pada jenis ini adalah lilin dan plastik.
Sedangkan besi, kayu, atau logam lain, disediakan, diolah dan hasil akhirnya selalu dalam keadaan padat.
Berdasarkan jenis jenis pengklasifikasian ini, dapat direncanakan alat bantu atau perlakuan apa saja yang mungkin diterima oleh material sehingga dapat memberikan respon yang khas.

Kedua,  adalah jenis perlakuan yang dikenakan pada material. Terdapat banyak perlakuan yang memungkinkan material diolah untuk mendapatkan respon yang khas.
Jenis perlakuan yang umum diberikan pada material dapat diklasifikasikan pada dua hal yaitu perlakuan fisis dan perlakuan kimiawi.
Termasuk dalam perlakuan fisis adalah potong, sobek, tempa, sayat, tekuk, kikis, dan lipat.
Perlakuan ini biasanya mempengaruhi karakteristik struktural dari material, sehingga material secara struktural melemah atau malah menguat.
Jenis perlakuan kimiawi adalah jenis perlakuan yang menarik untuk diamati, karena hampir semua perlakuan yang bersifat kimiawi cenderung untuk memberikan unsur ‘surprise’, hal yang jarang dapat diprediksikan dengan tepat.
Termasuk pada pertimbangan perlakuan adalah alat yang digunakan, sebagian alat-alat bantu untuk memberikan perlakuan sebenarnya telah sengaja diciptakan. Seperti alat untuk memotong, menggunting, membelah, menyayat, atau mengikis.
Terhadap alat alat yang telah diciptakan, kadangkala justru memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk memperlakukan material sesuai dengan standar prosedur bekerjanya alat tersebut. Penggunaan alat yang diluar kebiasaan atau diluar standar prosedural kadangkala justru menghasilkan respon yang menarik dan unik.

Ketiga, adalah pemahaman terhadap potensi visual yang telah dimiliki sebelumnya. Beberapa material sudah memiliki unsur visual yang khas dimiliki oleh material itu sendiri. sebagai contoh, serat bambu memiliki karakteristik visual yang berbeda dengan serat yang ada pada batang kayu kelapa. Demikian juga bentuk penampang yang dimilikinya, unsur bulatan dengan ketebalan tertentu merupakan potensi visual yang belum tentu dimiliki oleh material lain.
Beberapa jenis kayu lapis juga dapat dipertimbangkan berdasarkan jenis jenis yang sudah disediakan di pasaran. Kayu lapis jenis block board berbeda karakteristik visualnya dibandingkan dengan kayu lapis jenis partikel,
Beberapa potensi visual lain juga telah dikonvensikan oleh masyarakat, seperti citra dingin yang dimiliki oleh bahan stainless steel, atau karakter khas tampilan alumunium as, dan kuningnya tembaga.

Eksplorasi terhadap karakteristik visual dapat dilakukan dengan mengatur material tersebut melalui pemilihan bentuk-bentuk yang tidak terlalu dominan secara visual.
Langkah untuk menampilkan karakteristik visual melalui bentuk bentuk sederhana sering perlu dilakukan, sebab seperti yang pernah diuraikan pada bab unsur perseptual, bahwa setiap keberadaan unsur visual pada satu komposisi akan memberikan dampak langsung pada unsur perseptual, dan selanjutnya akan mempengaruhi kualitas visual dari objek ungkap itu sendiri.

Pendekatan eksplorasi material, pada kenyataannya tidak dapat menitik beratkan pada satu karakteristik saja, bersama sama setiap karakter itu akan memberikan satu bentuk yang khas yang merefleksikan sifat material itu sendiri.
Pendekatan yang dilakukan melalui pemahaman terhadap karakteristik material sebernarnya dapat menjadi satu alternatif pendekatan yang baik pada produk-produk kerajinan. Hanya saja sangat disayangkan, sebagian pengrajin di Indonesia lebih menekankan pada pencapaian hasil, bentuk adalah tujuan, berbeda dengan pendekatan yang dilakukan melalui metoda ini, bahwa bentuk adalah akibat, dan akibat tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan secara bijak.

Didalam pendidikan desain, pencarian keunikan-keunikan bentuk sebagai penanaman sikap dan wawasan visual dilakukan pada mata kuliah dasar desain, atau dikenal dibeberapa perguruan tinggi di Indonesia dengan sebutan Nirmana atau Rupa Dasar.

Beberapa perlakuan yang dilakukan dengan pendekatan ‘design by doing’ dapat dilihat pada salah satu contoh tugas yang diberikan pada mahasiswa desain tingkat dasar di Jurusan Desain Produk ITENAS Bandung pada tahun 1995.
Tugas yang diberikan kepada mahasiswa adalah melakukan eksplorasi material bambu untuk mencari respon respon dari material tersebut agar diperoleh bentuk yang tidak ada didalam pikiran mahasiswa sebelumnya.
Beberapa mahasiswa mencoba untuk memberikan perlakuan yang bersifat fisik sederhana, akan tetapi dari hasil yang diperoleh didapatkan beragam bentuk yang khas dari material ini, sesuai dengan karakteristik mahasiswa yang mengarahkan perlakuan yang diberikannya pada material.

Program ini diawali dengan pengarahan mahasiswa untuk tidak merencanakan apapun terhadap material bambu, mereka hanya diminta untuk mencoba mengenali material ini dengan memberikan beberapa jenis perlakuan fisik. Perlakuan-perlakuan yang diberikan beraneka ragam, dengan alat yang terbatas ternyata banyak mahasiswa yang melakukan prosedur tidak standar dalam menggunakan alat bantu, sehingga walaupun alat yang digunakan sama, akan tetapi diperoleh respon yang berbeda dari material itu sendiri.

Pada tugas ini, juga dapat dibuktikan bahwa karakteristik desainer tetap mengarahkan bentuk bentuk yang sesuai dengan karakternya. Dengan alat yang sama, material yang sama, ternyata dihasilkan bentuk bentuk yang berbeda.
Pada tugas ini, mahasiswa tidak diminta untuk mengambil keputusan visual, keputusan ini tetap dilakukan oleh staf pengajar mata kuliah bersangkutan, hal ini dilakukan mengingat para mahasiswa tersebut relatif masih belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memutuskan pertimbangan visual pada sebuah karya, disamping tujuan dari mata kuliah yang tidak mengarah pada hal tersebut.
Didalam pelaksanaan kuliah ini, setiap pengajar yang terlibatpun tidak boleh memiliki pretensi atau kecenderungan berdasarkan apa yang pernah dialaminya, oleh karena itu untuk setiap tahun, tugas tugas yang diberikan cenderung tidak sama ( tidak berulang).

Bee Nest

Bee Nest

Butterfly

Butterfly